A. PENDAHULUAN
Terumbu
karang merupakan rumah bagi 25 % dari seluruh biota laut dan merupakan
ekosistem di dunia yang paling raph dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu
karang demi kelestarian fungsinya sangat
penting.
Terumbu
karang Indonesia menurut Tomasik, 1997 mempunyai luas kurang lebih 85.707 Km²,
yang terdiri dari fringing reefs 14.542 Km², barrier reefs 50.223
Km², oceanic platform reefs 1.402
Km² , attols seluas 19.540 Km². Terumbu karang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat melalui berbagai cara.
Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan cara merusak kelestarian
sumberdaya, seperti penggunaan bahan peledak atau zat kimia beracun (potasium
sianida) telah terjadi di seluruh perairan Indonesia (Anonim, 2001).
Kondisi
karang di Indonesia adalah 14 % dalam kondisi kritis, 46 % telah mengalami
kerusakan, 33 % kondisinya masih bagus
dan kira-kira hanya 7 % yang kondisinya sangat bagus (Anonim, 1992). Dimana Kriteria baku kerusakan terumbu karang
berdasarkan parameter prosentase luas tutupan terumbu karang yang hidup adalah
Buruk (0 – 24,9) %, (25 – 49,9) %, (50 – 74,9) %, (75 – 100)
% . (Anonim, 2001).
Bertambahnya
berbagai aktifitas manusia yang berorientasi di daerah terumbu karang akan
menambah tekanan dan sebagai dampaknya adalah turunnya kualitas terumbu karang.
Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan yang paling
berkepentingan dalam pemanfaatannya, sebaliknya kalangan ini pula yang akan
menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan
terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem
yang sangat berguna bagi masyarakat pesisir.
B.
PENYEBAB
KERUSAKAN TERUMBU KARANG
1.
Sedimentasi
Konstruksi di daratan dan
sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai atapun
penebangan hutan tropis menyebabkan tanah hutan mengalami erosi dan terbawa
melali aliran sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpr ataupun pasir-pasir
ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak
dapat bertahan hidup karena kurangnya cahaya.
Hutan mangrove dan padang
lamun yang berfungsi sebagai penyaring juga menjadi rusak dan menyebabkan
sedimen dapat mencapai terumbu karang.
Penebangan hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar dapat merubah area
hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar, dapat merubah area hutan mangrove
tersebut menjadi pantai terbuka. Dengan
membuka tambak-tambak udang dapat merusak tempat penyediaan udang alami.
2.
Penangkapan
dengan Bahan Peledak
Penggunaan bahan peledak untuk
penangkapan ikan oleh nelayan akan mengakibatkan penangkapan ikan secara
berlebihan, sehingga menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang dimasa
berikutnya. Penggunaan kalium Nitrat
(sejenis pupuk) sebagai bahan peledak akan mengakibatkan ledakan yang besar,
sehingga membunuh ikan dan merusak karang di sekitarnya.
3.
Aliran
Drainase
Aliran drainase yang
mengandung pupuk dan kotoran yang terbuang ke perairan pantai mendorong
pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi
asupan cahaya dan oksigen. Penangkapan
secara berlebihan membuat masalah ini bertambah buruk karena ikan-ikan yang
biasanya makan algae juga ikut tertangkap.
4.
Penangkapan
Ikan dengan Sianida
Kapal-kapal penangkap ikan
seringkali menggunakan sianida dan racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan
tropis untuk akuarium dan sekarang
digunakan untuk menangkap ikan-ikan yang akan di konsumsi di restoran-restoran yang memakai
ikan hidup.
5.
Pengumpulan
dan Pengerukan
Pengambilan karang untuk
digunakan sebagai bahan bak konstruksi atau dijual untuk cindera mata juga
merusak terumbu karang. Demikian pula,
pengerukan dan pengeboman karang untuk konstruksi di daerah terumbu karang.
6.
Pencemaran
Air
Produk-produk minyak bumi dan
kimia lain yang dibuang di dekat perairan pantai, pada akhirnya akan mencapai
terumbu karang. Bahan-bahan pencemar ini
akan meracuni polip karang dan biota laut lainnya.
7.
Pengelolaan
Tempat Rekreasi
Pengelolaan tempat rekreasi di
wilayah pesisir yang tidak memperhatikan
lingkungan, seperti penyewaan kapal, peralatan pemancingan dan penyelaman
seringkali menyebabkan rusaknya terumbu karang. Pelemparan jangkar ke karang
dapat menghancurkan dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang
mengambil, mengumpulkan,menendang, dan berjalan di karang ikut menyumbang
terjadinya kerusakan terumbu karang.
8.
Pemanasan
Global
Terumbu karang juga terancam
oleh pemanasan global. Pemutihan terumbu karang meningkat selama dua dekade
terakhir, masa dimana bumi mengalami beberapa kali suhu terpanas dalam
sejarah. Ketika suhu laut meningkat
sangat tinggi, polip karang kehilangan algae simbiotik didalamnya, sehingga
mengubah warna mereka menjadi putih dan akhirnya mati.
Pemanasan global juga
mengakibatkan cuaca ekstrim sukar diperkirakan seperti badai tropis yang dapat
mengakibatkan kerusakan fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar. Meningkatnya permukaan laut juga menjadi
ancaman serius bagi terumbu karang dan pulau-pulau kecil.
C.
PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN
1.
Peningkatan
Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk
meningkatkan kesadartahuan masyarakat akan pentingnya peranan terumbu karang
dan mengajak masyarakat untuk berperan
serta aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan terumbu
karang secara lestari, seperti meningkatkan kesadaran mereka akan peranan
penting terumbu karang, seperti sebagai tempat pengembangan wisata bahari,
bahan baku obat-obatan, kosmetika, bahan makanan dan lain-lain. Penting juga untuk menanamkan arti dan
manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir sejak masa
kanak-kanak.
2.
Pengelolaan
Berbasis Masyarakat.
a.
Membina
masyarakat untuk melakukan kegiatan alternatif seperti budidaya, pemandu wisata
dan usaha kerajinan tangan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat. Pembinaan ini disertai dengan
bantuan pendanaan yang disalurkan melalui berbagai sistem yang telah ada dan
tidak membebani masyarakat.
b.
Menerapkan
pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang agar
dapat dimanfaatkan secara lestari.
3.
Pengembangan
Kelembagaan
a.
Memperkuat
koordinasi antar instansi yang berperan dalam penanganan terumbu karang baik
pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat sumber daya dan pemerhati
lingkungan.
b.
Meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan teknik rehabilitasi terumbu karang.
4.
Penelitian,
Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan masyarakat
yang secara langsung berhubungan dengan terumbu karang. Dalam kaitan ini akan
dibentuk sistem jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang dengan
membangun simpul-simpul di beberapa propinsi.
Kegiatan ini akan diawasi langsung oleh LIPI yang telah memiliki
stasiun-stasiun di beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.
5.
Penegakan
Hukum
Komponen ini dipandang sangat
penting sebagai salah satu komponen kunci yang harus dilaksanakan dalam usaha
mencapai tujuan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang. Masyarakat memegang peranan penting dalam
mencapai tujuan komponen penegakan hukum. Salah satu peranan masyarakat dalam
pengamanan terumbu karang secara langsung adalah sebagai pengamat terumbu
karang atau reef watcher, dimana mereka berkewajiban meneruskan informasi
kepada penegak hukum mengenai pelanggaran yang merusak terumbu karang di
daerahnya.
D. PEMULIHAN
Pemulihan
kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan,
serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah
zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
- Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir
bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan
untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang
diharapkan. Pembagian zonasi pesisir
dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi ataupun lainnya sesuai
dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga
karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan
dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu
oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat
tumbuh dan pulih secara alami.
- Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu
karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti
meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, serta
meningkatkan ikan-ikan karang.
a.
Meningkatkan
Populasi Karang
Peningkatan populasi
karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih
karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan
pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui
tranplantasi karang, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari
kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b.
Mengurangi
alga hidup yang bebas
Pengurangan
populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan
meningkatkan hewan pemangsa alga.
c.
Meningkatkan
ikan-ikan karang
Populasi ikan
karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan
meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung
bagi ikan-ikan kecil, meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta
menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.
PUSTAKA
Anonim, 1992. Strategi Konservasi dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu
Karang.. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup, Enviromental Management Development in Indonesia (EMDI), World Wide Fund
For Nature (WWF).
Anonim, 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
Nontji, A., 1997. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Sumber : http://sangsurya-wahana.blogspot.com/2011/05/upaya-penanggulangan-kerusakan-terumbu_17.html